Wednesday, 9 July 2014

Dear KPU

dear KPU,

Hari ini saya dan beberapa orang lainnya (bahkan mungkin masih banyak lagi) yang mempunyai masalah yang sama, kecewa tidak bisa menggunakan hak pilihnya sebagai warga negara yang baik (setidaknya mencoba) karena kendala administratif yang idealnya sudah disiapkan solusinya oleh KPU yang dalam hal ini adalah lembaga yang membuat aturan tentang pemilihan umum.

Kami terpaksa golput disebabkan tidak adanya solusi untuk permasalahan kami yang tidak membawa form A5 sebagai syarat agar bisa memilih di TPS terdekat yang berbeda dengan KTP domisili.

Masalahnya adalah kami tidak sempat untuk urus form tersebut ke domisili asal kami, dan tidak ada orang yang bisa membantu untuk mengurusnya.

Misalnya tadi ada mbak-mbak yang juga sama seperti saya datang ke kelurahan Mampang Prapatan, berharap kami bisa menggunakan hak pilih kami di sana, bercerita untuk urus form A5 itu dia harus bayar tiket tiga juta rupiah, karena tidak ada orang bisa dia mintakan untuk urus form tersebut, kalau misalnya mesti keluarkan uang sebesar itu kan lebih baik pulang kampung sekalian nyoblos di sana, ngapain juga mesti pulang cuma buat urus form A5, karena apa? Ya jelas karena tidak sempat pulang untuk urus atau nyoblos.

Atau misalnya, ada pemilih yang kemudian pada saat terakhir memutuskan untuk memilih dan sudah tidak bisa urus form tersebut lagi, karena batas waktu pendaftaran form A5 di TPS tujuan itu H-3, sementara batas terakhir itu jatuh di hari Minggu, alias libur. Banyak juga orang yang sudah punya form A5 tapi tidak bisa memilih di TPS tujuan dengan alasan batas akhirnya sudah lewat.

Kenapa KPU tidak membuat solusi untuk beberapa skenario yang kemungkinan akan terjadi? Kenapa tidak ada syarat yang lebih mudah dari sekedar mengurus form A5 ke tempat asal, untuk bisa memilih di TPS tujuan? It's really a big non sense, seperti saya kemukakan sebelumnya, bagaimana jika memang benar-benar tidak sempat untuk urus, dan tidak bisa meminta orang lain untuk mengurusnya di daerah asal? Atau undecided voters yang akhirnya memutuskan untuk menggunakan hak pilihnya pada saat-saat terakhir setelah tidak ada waktu untuk mengurus persyaratan.

Bahkan walaupun nama kita terdaftar di DPT itu tidak bisa dijadikan dasar untuk kita bisa memilih di TPS tempat kami merantau. Idealnya (lagi) dengan adanya ktp nasional (E-ktp) itu bisa lebih memudahkan bukan? Tapi kemudian saya sadar kalau program itu belum dijalankan (let's say failed).

Ironisnya, ada yang bisa memilih di Jakarta dengan KTP daerah tapi tidak terdaftar di DPT, bagaimana bisa?? Mungkin dia bawa form A5-nya, tapi agak rancu sih bisa dapat form A5 tapi gak terdaftar di DPT. (Haha, lucunya negeri ini)

Masih banyak PR dan improvement yang perlu ditindak lanjuti oleh KPU di masa-masa berikutnya. Jangan sampai hak kami untuk memilih dipersulit hanya karena karena straight pada satu aturan yang juga sulit untuk dipenuhi atas beberapa faktor.

Saya dan (mungkin) banyak orang lain dengan permasalahan yang sama tentu kecewa, tapi ya sudahlah, mau bagaimana lagi? Walaupun katanya mempersulit warga untuk melakukan hak pilihnya itu bisa dianggap tindak pidana pemilu. Lapor sama Panwaslu? Ah, paling juga balik lagi bahwa aturannya memang seperti itu.

Mungkin para anggota KPU itu bukan orang perantau dan belum pernah merasakan merantau kali ya, makanya mereka bisa bikin aturan seperti itu saja tanpa memperhatikan faktor-faktor lain yang pada akhirnya menyulitkan untuk mengurus syarat yang diperlukan.

Satu lagi, sosialiasi yang dinilai kurang oleh berbagai pihak khususnya untuk pemilih yang tinggal di luar ktp domisili.

Yang pasti, carut marut pemilihan harusnya jadi PR untuk KPU selesaikan di masa pemilihan berikutnya.

Suara saya (dan banyak pemilih yang terpaksa golput) mungkin tidak cukup membantu pilihan kandidat kami, tapi tak apalah, semoga kandidat terpilih bisa jadi pemimpin yang amanah demi bangsa Indonesia.

Dear KPU,
When we decided to vote, unfortunately we were forced to be undecided voters. Thank you so much for such a great honor.